Hukuman Bagi Pelaku Carding di Indonesia
Tentang Carding
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan secara singkat mengenai tindak pidana carding. Carding merupakan salah
satu bentuk pencurian informasi kartu kredit milik orang lain untuk
kemudian dimanfaatkan pelaku dalam melakukan transaksi pembelian barang
atau jasa maupun pencairan nominal saldo yang terdapat pada kartu kredit
ke dalam rekening pelaku melalui online payment gateway.
Pada dasarnya, ada dua jenis model transaksi yang rawan terjadi pencurian informasi kartu kredit (carding), antara lain:
1. Card present. Transaksi dengan menggunakan fisik kartu dengan menggunakan mesin EDC (“Electronic Data Capture”) pada merchant (misalnya toko atau hotel).
Pada jenis transaksi card present, pelaku mendapatkan informasi kartu kredit korbannya dengan teknik skimming menggunakan card skimmer. Card skimmer
adalah alat yang mampu merekam data/informasi pada kartu kredit. Karena
ukuran alatnya cukup kecil, biasanya pelaku menyembunyikan alat
tersebut di bawah meja kasir. Pelaku mengambil data-data kartu kredit
korbannya dengan cara menggesekkan kartu kredit pada card skimmer sesaat setelah dilakukan transaksi pada mesin EDC.
2. Card not-present. Transaksi tanpa menggunakan fisik kartu yang dilakukan secara online melalui internet atau melalui telepon (mail order).
Transaksi
ini lebih berisiko karena transaksi dilakukan tanpa menggunakan fisik
kartu. Pelaku juga lebih mudah untuk mendapatkan data-data kartu kredit
korbannya tanpa menggunakan alat tertentu. Teknik yang umum digunakan di
antaranya adalah phishing dan hacking. Phishing
dilakukan dengan cara menyamar menjadi pihak yang dapat dipercaya atau
seolah-oleh merupakan pihak yang sesungguhnya untuk mendapatkan
informasi kartu kredit dari korbannya. Contohnya dengan meminta
verifikasi informasi kartu kredit melalui e-mail atau telepon dan
mengaku sebagai petugas bank. Teknik lainnya adalah hacking yaitu dilakukan dengan cara mengeksploitasi celah keamanan pada suatu website e-commerce pada layer database untuk mendapatkan data-data kartu kredit pelanggan website tersebut.
Pelaku carding (khususnya pada jenis card not-present) bisa berada di wilayah yurisdiksi negara manapun. Konsep yurisdiksi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) memberlakukan UU tersebut untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di
luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia (pasal 2 UU ITE).
Cara
penyidik mencari identitas pelaku yang berada di luar yurisdiksi
wilayah negara Indonesia dapat dilakukan melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (“MLA”) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA memungkinkan Aparat penegak Hukum (“APH”) antarnegara bekerja sama dalam rangka permintaan
bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
negara diminta. Sampai saat ini, Indonesia
baru melakukan empat perjanjian bilateral dalam hal bantuan hukum
timbal balik ini, yakni dengan Australia, Cina, Republik Korea, dan Hong
Kong.
Lebih lengkapnya, Anda dapat juga membaca artikel kami yang berjudul Proses Pencarian Pelaku Kejahatan Transnasional Melalui Interpol.
Antisipasi Carding
Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengantisipasi tindak kejahatan carding:
1. Jika
Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel menggunakan kartu
kredit pastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya digesek pada
mesin EDC yang dapat Anda lihat secara langsung.
2. Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi hotel secara online,
pastikan bahwa website tersebut aman dengan dilengkapi teknologi
enskripsi data (https) serta memiliki reputasi yang bagus. Ada baiknya
juga jika Anda tidak melakukan transaksi online pada area hotspot karena pada area tersebut rawan terjadinya intersepsi data.
3. Jangan
sekali-kali Anda memberikan informasi terkait kartu kredit Anda berikut
identitas Anda kepada pihak manapun sekalipun hal tersebut ditanyakan
oleh pihak yang mengaku sebagai petugas bank.
4. Simpanlah
surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh pihak bank setiap bulannya
atau jika Anda ingin membuangnya maka sebaiknya hancurkan terlebih
dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder). Surat tagihan memuat informasi berharga kartu kredit Anda.
5. Jika
Anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi yang tidak pernah Anda
lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit untuk dilakukan
investigasi.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat untuk Anda.
Dasar Hukum:
Comments
Post a Comment