TUGAS PRESENTASI
KELOMPOK ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI AMIK BSI TEKNIK
KOMPUTER
KELOMPOK
8
1. RIFQI AHMAD : 13130952
2.TIRA NURPRIANTO : 13131184
3. ALFIAN ANDRE : 13131335
4. JATMIKO : 13130471
5. SAPUTRA DINANJAR : 13130692
Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”Makalah Tugas kelompok Etika Profesi Teknologi Informasi & Komunikasi”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh
banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Kedua orang
tua dan segenap Keluaraga serta berbagai pihak yang telah memberikan dukungan,
kasih, dan kepercayaan yang begitu besar.
Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal,
semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari
kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih
baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………….
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………..
Bab I Pembukaan
1.1 Cybercrime ……………………………………………………………………….
1.2 Cyberlaw
…………………………………………………………………………
Bab II Isi
2.1 Contoh Kasus
Carding …………………………………………………………..
2.2 Undang –
undang ………………………………………………………………..
2.3 Penanggulangan
dan Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap Carding …….
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
………………………………………………………………………
3.2 Saran
…………………………………………………………………………….
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………..
BAB I PEMBUKAAN
1.1 Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan
teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengan computer
crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertien computer
crime sebagai:
“…any illegal act requiring knowledge of computer technology for its
perpetration, investigation, or prosecution”.
Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of
European Community Development, yang mendefinisikan computer crime
sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic
processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang
komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cybercrime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan
telekomunikasi.
A. Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan
sebagai berikut:
- Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan
secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan
lain-lain.
- Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan
korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya
komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda
dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya
tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
- Ruang lingkup kejahatan
- Sifat kejahatan
- Pelaku kejahatan
- Modus Kejahatan
- Jenis kerugian yang ditimbulkan
B. Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan
menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
- Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke
dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probing
dan port merupakan contoh kejahatan ini.
- Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar
hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
- Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering
kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus
ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
- Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
- Cyber Espionage, Sabotage, and
Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet
untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
- Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang
dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan
berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada
seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena
kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan
identitas diri yang sebenarnya.
- Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit
milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
- Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat
besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana
meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi
perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker
ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal
yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas,
mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing,
menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir
disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang
bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan
layanan.
- Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan
domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada
perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah
kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama
domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
- Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain.
Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
- Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah
atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa
contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
- Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui
menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
- Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi
jaringannya.
- Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan
daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
- Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui
telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman
web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.
C. Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan
menjadi dua jenis sebagai berikut :
- Cybercrime sebagai tindakan murni
kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang
dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan
internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah
Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan
dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet
(webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail
anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh
kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju,
pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
- Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup
sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat
motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah
probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan
pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang
digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan
sebagainya.
D. Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
1. Cybercrime yang menyerang
individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau
individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan
tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
2. Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang,
mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta
mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
3. Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan
untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer,
misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti
halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual,
religius, dan lain sebagainya.
4. Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan
melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC,
Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
5. Cybercrime menyerang hak
milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan
untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan
jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber,
pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding,
cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat
merugikan hak milik orang lain.
6. Cybercrime menyerang
pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government
dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan
tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam
pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
E. Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content,
computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam
cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini
agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan
tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara
pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :
- Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya
perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak
diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk
meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem
harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan
subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya
celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal
dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke
tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan
sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP,
SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
- Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah
membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan
computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan
laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy.
Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam
penanggulangan cybercrime adalah :
- melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
- meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai
standar internasional.
- meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai
upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang
berhubungan dengan cybercrime.
- meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta
pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
- meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun
multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.
G. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga khusus,
baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan
sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki
komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi
khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi
tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat,
serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia
sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency
Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk
melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.
1.2
Cyberlaw
- Pengertian Cyberlaw :
Cyberlaw
adalah hukum yang digunakan untuk dunia Cyber (dunia maya), yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal
dari Cyberspace Law.Istilah hukum TI lain yang digunakan dalam cyberlaw Hukum
TI (Law of Information Teknologi), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan
Hukum Mayantara.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dll.
- Latar Belakang MuncuInya RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi :
Mulai
merasuknya pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan kita saat saat ini.
Jika kita lihat, kita mulai terbiasa menggunakan ATM untuk mengambil uang,
menggunakan handphone untuk berkomunikasi dan bertransaksi melalui mobile
banking, menggunakan internet untuk melakukan transaksi (internet banking atau
membeli barang), berkirim e mail atau untuk sekedar menjelajah internet, dan masih
banyak yang lainnya. Semua kegiatan ini adalah beberapa contoh dari
pemanfaatan. Teknologi Informasi lain memberikan kemudahan bagi para user,
pemanfaatan Teknologi Informasi ini juga mempunyai dampak negative yang luar
biasa, seperti:
-
Penyadapan
e mail, PIN (untuk internet banking)
- Pelanggaran terhadap hak hak privasi
- Masalah domain seperti kasus
mustikaratu.com clan klikbca.corn
- Penggunaan kartu kredit milik orang lain.
- Munculnya pembajakan lagu dalam format MP3
Pornografi
- Cyberlaw dibutuhkan karena
dasar atau pondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan
waktu". Sementara itu, internet dan jaringan komputer telah mendobrak
batas ruang dan waktu. Contoh
permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu
adalah: Seorang penjahat komputer
yang berkebangsaan Indonesia berada di Australia mengobrak abrik server di
Amerika, yang ditempati atau hosting sebuah perusahaan Inggris.
- Ruang Lingkup CyberLaw :
- Hak Cipta (Copy
Right)
- Hak Merk (Trademark)
- Pencemaran nama baik (Defamation)
- Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
- Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
- Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name
- Kenyamanan Individu (Privacy)
- Prinsip kehati-hatian (Duty care)
- Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
- Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
- Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
- Pornografi
- Pencurian melalui Internet
- Perlindungan Konsumen
- Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti ecommerce,
- e-government, e-education dll.
- Perangkat Hukum CyberLaw :
Sebagai
contoh cyberlaw dibutuhkan di indonesia adalah penggunaan digital signature.
Dalam perniagaan, tanda tangan digunakan untuk menyatakan sebuah transaksi.
Kalau di Indonesia, tanda tangan ini biasanya disertai dengan meterai. Nah,
bagaimana dengan transaksi yang dilakukan secara elektronik? Digital signature
merupakan pengganti dari tanda tangan yang biasa.
Digital
signature berbasis kepada teknology kriptografi (cryptography). Keamanan dari
digital signature sudah dapat dijamin. Bahkan keamanannya lebih tinggi dari
tanda tangan biasa. Justru disini banyak orang yang tidak mau terima mekanisme
elektronik karena menghilangkan peluang untuk kongkalikong. Melakukan
pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun
tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet
seperti :UU hak cipta, UU merk, UU Informasi dan transaksi elektronik,UU
perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UUPerpajakan, Hukum
Kontrak, Hukum Pidana dll.
BAB II ISI
2.1
Beberapa Contoh Kasus Carding
1. Kejahatan kartu kredit yang dilakukan
lewat transaksi online di Yogyakarta
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan
mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar
negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di
Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di
Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit
dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir
menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank
tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit
yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.
2.
Dua Warga Indonesia Berhasil Bobol Kartu Kredit Via
Online
Kejahatan dunia maya atau
cyber crime memang tidak pernah ada habisnya, kasus dunia maya ternyata tidak
hanya menimpa Luna Maya saja contoh lainnya beberapa hari ini Polda Metro Jaya
melalui Kasat Cyber Crime Ajun Komisaris Besar Winston Tommy Watuliu berhasil
meringkus dua pelaku kejahatan cyber crime kasus mereka yaitu membobol kartu
kredit secara online milik perusahaan di luar negeri. Kedua Cracker ini bernama
Adi dan Ari mereka berhasil menerobos sistem perbankan perusahaan asing,
seperti Capital One USA, Cash Bank USA dan GT Morgan Bank USA kemudian membobol
kartu kredit milik perusahaan ternama tersebut. Setelah berhasil kedua pelaku
tersebut menggunakan kartu kreditnya untuk membeli tiket pesawat Air Asia lalu
tiket tersebut dijual pelaku dengan harga yang sangat murah. Tidak
tanggung-tanggung untuk menarik pembeli mereka sengaja memasang iklan seperti
di situs weeding.com dan kaskus. Dan hebatnya lagi dari pengakuan kedua cracker
tersebut mereka mempelajari teknik bobol credit card ini secara otodidak. Tapi
sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, begitulah kisah dua cracker
tanah air kita, setelah berhasil membobol kartu kredit dari Ricop yaitu
perusahaan yang memproduksi anggur di san francisco mereka berhasil ditangkap
oleh Polda Metro Jaya ditempat terpisah, di Jakarta dan Malang. Dari tangan
mereka berhasil diamankan barang buktiseperti laptop, dua BalckBerry, modem,
komputer, buku tabungan BCA dan daftar perusahaan yang akan menjadi target
pembobolan
3.
Mishkal
Mishkal dituduh sebagai salah satu godfather pemalsu kartu kredit di Eropa Timur. Dia dan rekanan-rekanannya dituduh memproduksi secara masal kartu kredit dan debet palsu. Pada satu titik, mereka dilaporkan memiliki pendapatan hingga 100.000 dollar per hari. Dia ditangkap namun kemudian dibebaskan setelah enam bulan ditahan, dan dengan segera dicarikan kedudukan di pemerintahan Ukrainia – sebuah posisi yang akan
memmberikan kepadanya kekebalan otomatis dari penuntutan lebih
Mishkal dituduh sebagai salah satu godfather pemalsu kartu kredit di Eropa Timur. Dia dan rekanan-rekanannya dituduh memproduksi secara masal kartu kredit dan debet palsu. Pada satu titik, mereka dilaporkan memiliki pendapatan hingga 100.000 dollar per hari. Dia ditangkap namun kemudian dibebaskan setelah enam bulan ditahan, dan dengan segera dicarikan kedudukan di pemerintahan Ukrainia – sebuah posisi yang akan
memmberikan kepadanya kekebalan otomatis dari penuntutan lebih
2.2
Undang – Undang Carding
Saat
ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai
Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum
disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya
yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus carding para
Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan
terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP
pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di
dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat
para carder, dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena
mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di atas
yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.
Di
Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana
pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam
pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau
denda paling banyak sembilan ratus rupiah". Untuk menangani kasus
carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana
pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik
karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card
generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah
dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin
mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang
yang melakukan transaksi.
Kemudian
setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan
pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu
langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke
situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem
pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum
menurut UU ITE berupa illegal access:
Pasal
31 ayat 1: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau
dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara
tertentu milik orang lain."
Pasal
31 ayat 2: "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang
tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem
elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan,
penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik yang ditransmisikan.”.
Jadi
sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama
yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE.
Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang
kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak
ada lagi.Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan
sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang
berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.
2.3 Penanggulangan
dan Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap Carding
Meskipun dalam kenyataannya untuk
penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus biasa
secara konvensional tetapi untuk penanggulangannya harus tetap dilakukan. Hal
ini dimaksudkan agar ruang gerak pelaku carding dapat dipersempit.
1. Pencegahan dengan hukum
Hukum cyber
sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
Hal ini akan meenimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum terkait dengan
pembuktian dan penegakan hukum atas kejahatan dunia maya. Selain itu obyek
hukum cyber adalah data elektronik yang sangat rentan untuk diubah, disadap,
dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik.
Oleh karena itu, kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dan maya dapat
dikategorikan sebagai tidakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridisuntuk ruang cyber sudah
tidak ada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan
kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab
jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang
lolos dari jerat hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun
alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara
nyata. Dan penyempurnaan undang – undang
dibidang cyberspace.
2. Pencegahan
dengan teknologi
Handphone dapat
dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi penggunanya. SMS bisadijadikan
sebagai otentikasi untuk mencegah para carding menggunakan kartu kredit ilegal.
Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memberikan pembuktian bahwa dengan
cara otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda tangan digital dan
serifikat.
3. Pencegahan
dengan pengamanan web security.
Penggunaan
sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan SSL. Untuk data yang
disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan enkripsi dengan metode
algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.
4. Pengamanan
pribadi
Pengamanan pribadi adalah pengamanan dari
sisi pemakai kartu kredit. Pengamanan pribadi antara lain secara online dan offline
:
1.
Pengamanan pribadi secara offline :
o
Anda harus memastikan kartu kredit yang
anda miliki tersimpan pada tempat yang
aman.
o
Jika kehilangan kartu kredit dan kartu
identitas kita, segeralah lapor ke pihak berwajib dan pihak bank serta segera
lakukan pemblokiran pada saat itu juga.
o
Jangan tunggu waktu hingga anda
kebobolan karena digunakan oleh orang lain (baik untuk belanja secara fisik
maupun secara online).
o
Pastikan jika anda melakukan fotocopy
kartu kredit dan kartu identitas tidak sampai digandakan oleh petugas layanan
(yang minta fotocopy kartu kredit anda) atau pegawai fotocopy serta tidak
dicatat CVV-nya. Tutup 3 digit angka terakhir CVV dengan kertas putih sebelum
kartu kredit kita fotocopy. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan kartu
kredit kita oleh pihak lain dengan tidak semestinya. Perlakuan pengamanan CVV
anda sama pengamanan PIN atau Password anda.
o
Jangan asal atau sembarangan menyuruh
orang lain untuk memfoto copy kartu kredit dan kartu identitas.
o
Waspadalah pada tempat kita berbelanja,
pastikan pada tempat belanja / tempat shopping / counter / gerai / hotel, dll
yang benar-benar jelas kredibilitasnya.
2.
Pengamanan Pribadi Secara Online :
o
Belanja ditempat (Website online
shopping) yang aman, jangan asal belanja tapi tidak jelas pengelolanya atau
mungkin anda baru pertama mengenalnya sehingga kredibilitasnya masih meragukan.
o
Pastikan pengelola website transaksi
online menggunakan SSL (Secure Sockets Layer) yang ditandai dengan HTTPS pada
Web Login Transaksi online yang anda gunakan untuk berbelanja.
o
Jangan sembarangan menyimpan File Scan
kartu kredit anda sembarangan , termasuk menyimpannya di flashdisk dan dalam
email anda.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di era globalisasi seperti saat ini kartu
kredit merupakan salah satu alat pembayaran terpenting yang menghemat waktu
sehingga setiap saat pengguna kartu kredit pasti bertambah , namun semakin
bertambahnya pengguna membuat semakin maraknya pembobolan melalui kartu kredit
terjadi sehingga hal ini membuat Bank – bank penerbit kartu tersebut mau tak
mau terus memperbarui sistem keamanan kartu tersebut walaupun sudah diperbarui
pasti bobol kembali karena kemajuan ilmu para pelaku carding yang selalu
berhasil menemukan celah dari sistem keamanan tersebut sehingga hal ini juga
menjadi tanggung jawab bagi pengguna untuk lebih waspada ketika bertransaksi
dengan kartu kredit
3.2 Saran
Untuk mencegah pembobolan terjadi alangkah lebih baiknya agar tidak
terlalu sering berbelanja menggunakan kartu kredit , batasi jadwal belanja
anda, perbarui selalu kode pin dalam kartu kredit tersebut, ketika penarikan
tunai di atm jangan perlihatkan no id yang tertera di kartu anda di CCTV karena
ada kemungkinan CCTV tersebut sudah disadap atau aka nada pihak dalam bank yang
bermain.
Daftar Pusataka
Google,Mozilla
Firefox. 2014 Bogor
Blogspot.com,
Mozilla Firefox. 2014 Bogor
Dari
berbagai Sumber. 2014 Bogor
Comments
Post a Comment